MEDAN – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menorehkan langkah serius dalam pemberantasan korupsi. Kali ini, sorotan tajam diarahkan pada Direktur PT Nusa Dua Propertindo (NDP), seorang pria berinisial IS, yang kini resmi ditahan. Penahanan ini terkait erat dengan dugaan korupsi dalam pengelolaan dan pengalihan aset PTPN I Regional I, sebuah lahan luas seluas 8.077 hektar yang seharusnya dikelola dengan integritas, namun diduga disalahgunakan melalui kerja sama dengan PT Ciputra Land.
Muhammad Husairi, Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, mengungkapkan di Medan pada Senin (20/10/2025), bahwa penahanan IS bukanlah tindakan sporadis. "Hari ini, tim penyidik Pidsus Kejati Sumut menahan satu tersangka baru berinisial IS dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dan pengalihan aset PTPN I Regional I melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land, " ucapnya, menggarisbawahi keputusan yang diambil setelah tim penyidik berhasil mengumpulkan dua alat bukti yang kuat.
Menurut Husairi, rekam jejak IS selama periode 2022 hingga 2023 menjadi fokus utama. "Tersangka IS selaku Direktur PT NDP mengajukan permohonan hak guna bangunan (HGB) atas sejumlah bidang tanah yang berstatus hak guna usaha (HGU) milik PTPN II kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, " jelasnya. Lebih memprihatinkan lagi, proses perubahan status lahan dari HGU PTPN II menjadi HGB atas nama PT NDP ini diduga melibatkan kolaborasi gelap. "Tersangka diduga bekerja sama dengan dua pejabat pertanahan lain, yaitu ASK selaku mantan Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut dan ARL selaku mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, " tambahnya.
Penerbitan surat HGB tersebut, menurut Kejati Sumut, dilakukan dengan mengabaikan aturan dan prosedur yang seharusnya dipatuhi negara. Hal ini jelas menimbulkan potensi kerugian finansial yang signifikan bagi kas negara, sebuah konsekuensi yang tak terhindarkan dari tindakan yang tidak transparan.
Penahanan IS ini menyusul langkah sebelumnya yang telah diambil Kejati Sumut terhadap dua tersangka lain, yakni ASK dan ARL, yang merupakan pejabat di lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang. Keterlibatan mereka dalam proses penerbitan HGB ilegal semakin memperjelas pola tindak pidana korupsi yang terjadi.
Keputusan penahanan terhadap IS didasarkan pada Surat Perintah Penahanan Kepala Kejati Sumut Nomor: PRINT-23/L.2/Fd.2/10/2025, tertanggal 20 Oktober 2025. IS akan menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas I A Medan, sebuah penantian panjang sambil menunggu proses hukum selanjutnya.
Dalam penegasan pasal yang menjerat IS, Husairi menyatakan, "Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP." Pasal-pasal ini mencerminkan keseriusan negara dalam menindak pelaku korupsi yang merugikan aset bangsa.
Lebih lanjut, Kejati Sumut tidak menutup kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam kasus yang kompleks ini. "Apabila dari hasil penyidikan nanti ditemukan bukti keterlibatan pihak lain, tim penyidik akan menindaklanjuti sesuai arahan pimpinan, " tegas Husairi, menunjukkan komitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya. (PERS)